Selasa, 21 Mei 2013

Sebagai Dosen, Sudahkah Anda Menunaikan Tugas?



Oleh: Urip Santoso
Banyak diantara dosen yang pura-pura tidak tahu. Apa pasal? Ya, mereka berkilah bahwa jika sudah mengajar berarti mereka sudah menunaikan tugasnya. Ini berarti mereka berhak mendapat gaji setiap bulannya. Mereka beranggapan tidak perlu ke kantor setiap hari.
Benarkah demikian? Mari kita bahas secara bertahap. Pertama, seorang dosen juga PNS bukan? (bagi dosen PNS). Nah, ada aturan jam kerja yang harus dipatuhi oleh seorang PNS, yaitu 37,5 jam per minggu. Bahkan ada upaya menaikkan jam kerja PNS menjadi 40 jam per minggu (surat edaran Dirjen Dikti). Nah, sudahkah anda sebagai PNS telah mematuhinya? Memang, bagi dosen masih menjadi perdebatan apakah mereka harus ke kantor setiap hari ataukah cukup asal mereka bekerja sebanyak 37,5 jam per minggu? Bagaimana menurut anda? Saya lebih cenderung dosen juga masuk setiap hari sesuai dengan aturan jam kerja. Ada beberapa alasan. Pertama, bukankah dosen juga penyedia jasa khususnya untuk mahasiswa. Nah, jika mereka ada di kampus setiap hari (kecuali ada dinas luar), maka mereka akan dengan mudah ditemui oleh mahasiswa. Mereka akan dengan intensif mengarahkan mahasiswanya. Haru diingat selain mengajar, dosen juga berkewajiban membimbing mahasiswa untuk menyelesaikan kuliahnya tepat waktu, membimbing tugas akhir, membimbing praktikum, memberi tutorial jika diperlukan dan sebagainya. Ini akan berjalan dengan baik jika dosen dengan mudah ditemui oleh mahasiswa. Lah, sekarang kan sudah banyak teknologi. Tidak perlu datang ke kantor. Ya memang. Akan tetapi tidak semua kebutuhan mahasiswa itu dapat dipenuhi hanya lewat komunikasi jarak jauh. Intensitas pertemuan tatap muka sangat penting bagi keakraban dosen-mahasiswa. Kedua, sebagai PNS mempunyai kewajiban memenuhi aturan jam kerja masuk ke kantor sebagaimana PNS lainnya. Ketiga, akan terjadi interaksi yang intensif diantara dosen-dosen, dosen-mahasiswa, dosen-pimpinan. Dengan intensifnya pertemuan diharapkan akan terjadi saling pengertian yang akan mengarah kepada suasana akademik yang kondusif.
Memang sering terdengar beberapa oknum dosen berkilah:” Lah untuk apa sih ke kantor kalau tidak ada pekerjaan”. Wah, tipe dosen seperti ini menunjukkan bahwa dosen tersebut belum memahami tugasnya. Selama di kantor tentu saja banyak yang bisa dikerjakan dari membimbing mahasiswa, mempersiapkan untuk mengajar, menjaring ilmu terbaru, menyusun GBPP/RKBM, SAP, buku ajar, pedoman praktikum, meneliti, membuat proposal penelitian dan pengabdian dan lain-lain. Saya pikir waktu yang 40 jam/minggu saja tidak cukup. Ya, sebaiknya memang dosen mempersiapkan segala macam tugasnya di kantor. Bila perlu cukup di kantor, pulang ke rumah sudah beres.
Nah, ini baru urusan jam kerja. Berikutnya setelah anda sebagai PNS telah memenuhi jam kerja, maka anda sebagai dosen selayaknyalah bertanya kepada diri sendiri: “Sudahkah sebagai dosen saya melaksanakan tugas saya? Tugas sebagai dosen adalah melaksanakan tridharma perguruan tinggi sebanyak 12 sks/semester. Kinerja 12 sks per semester ini harus tersebar ke dalam beberapa aktivitas, yaitu pendidikan 2-8 sks, penelitian dan pengembangan ilmu 2-6 sks, pengabdian pada masyarakat 1-6 sks, pembinaan sivitas akademika 1-4 sks, dan administrasi dan manajemen 0-3 sks {Keputusan Dirjen Dikti No. 48/DJ/Kep/1983 pasal 3 ayat (1)}. Kinerja di bidang pendidikan pun tidak hanya mengajar tetapi juga membimbing skripsi, menguji, membimbing praktikum, seminar mahasiswa dll. Jadi, kurang tepat jika anda sebagai dosen menyatakan sudah pantas menerima gaji padahal anda hanya mengajar. Ada di suatu perguruan tinggi yang memberikan insentif bagi dosen yang kelebihan mengajar, sehingga ada dosen MKU yang mendapat insentif sampai lima juta. Dosen tersebut mengajar lebih dari 12 sks. Pertanyaannya, mungkinkah dosen tersebut mampu mengajar dengan persiapan yang matang? Lalu bagaimana dengan tugas-tugasnya yang lain? Jika mengacu kepada keputusan Dirjen Dikti tersebut, maka kegiatan pendidikan diperbolehkan maksimum 8 sks bukan di mengajar saja, sisanya digunakan untuk darma yang lain. Saya menilai bahwa meskipun anda telah mencapai EWMP 12 sks tetapi hanya di pendidikan maka sesungguhnya anda belum mencapai EWMP 12 sks. Dan jika ini terjadi pada diri kita, barangkali kita belum layak menerima gaji secara penuh.
Lalu, kalau begitu jika kita telah memenuhi EWMP minimal 12 sks yang tersebar ke dalam tridarma berarti kita sudah berhak dong menerima gaji dan halal. Belum tentu! Pertanyaan berikutnya, sudahkah anda benar-benar melaksanakan aktivitas tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Contoh, anda mengajar 3 sks. Ketika anda mengajar sudahkah melakukan persiapan yang matang? Sudahkah anda menyiapkan materi sesuai dengan kurikulum dan sesuai dengan perkembangan ilmu? Sudahkah anda menggunakan metode yang tepat untuk mahasiswa yang anda hadapi? Apakah dalam memberi nilai sudah jujur dan adil? Adakah anda mengajar tepat waktu? Dan masih banyak lagi pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan itu sebenarnya sebagai sarana evaluasi sudahkah anda mengajar dengan baik. Belum lagi dalam membimbing skripsi, juga banyak pertanyaan yang bisa diajukan kepada diri sendiri. Nah, jika berdasarkan hasil evaluasi diri (instropeksi) ternyata anda telah melaksanakan aktivitas sebanyak minimal 12 sks dan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku maka saya pikir baru anda berhak menerima gaji per bulannya. Nah, jika anda mampu mencapai EWMP lebih dari 12 sks, baru barangkali anda berhak mendapat insentif. Mengapa barangkali? Karena berdasarkan UU Guru dan Dosen tahun 2005, tugas dosen adalah sebanyak 12-16 sks EWMP. Jadi, baru jika anda telah melaksanakan tugas lebih dari 16 sks dengan sebaran yang proporsional maka barulah anda berhak mendapat insentif kelebihan EWMP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar